What’s life should be ?
If your son ask you someday, what is the answer would you give to him?
Kehidupan seperti apa yang harus aku jalani Yah ? Seolah-olah kalimat itu yang terucap dari bening matanya. Masih 7 hari hari anakku muncul di bumi ini, tapi berbagai kalimat tanya sudah dilemparkannya pada pikiranku. Tidak lewat kata – kata lugas, namun lewat indah bola matanya. Dan memang itu jadi tanda tanya baginya
Bukankah anak kecil seperti selembar kertas putih yang kosong? Yang siap ditulis dengan apa saja. Bisa ditulis ataupun ditumpahkan dengan cat imajiner yang tidak bermakna. Entahlah, aku takkan mau melukiskan imajiner buatnya. Karena makna hidup di bumi adalah sama. Mengabdi pada sang Khalik.
Kertas putih yang kosong ? apakah semua akan menjadi sama, jika dituliskan kalimat – kalimat yang sama? Tidak..karena factor genetika juga ambil bagian dalam karakter kertas. Kertas putih yang tipis atau yang tebal ? yang 70 gram atau 80 gram ? buatan dalam negeri atau kertas impor? That’s different..
Jadi apa yang akan aku tuliskan sebagai jawaban pertanyaannya…
Sang Khalik..Itu yang pertama. Bahwa ada satu zat yang tak kasat mata. Yang mengizinkan anakku untuk hadir di muka bumi untuk sebuah misi. Zat yang juga mengizinkan aku untuk lahir di muka bumi melalui perantaraan ibu ku. Zat yang mengizinkan ibu ku untuk lahir di muka bumi melalui perantaraan nenekku dan siraman kasih dari kakekku.
Sang Khalik yang bukan personifikasi karena Dia tidak diciptakan, tidak berawal dan tidak berujung. Seperti halnya dulu saat guru mengaji mengatakan aku bisa gila karena memikirkan awal penciptaan Tuhan. Kecewa karena jawaban yang tidak ilmiah.
Sang Khalik yang punya rasa kasih dan cinta. Bukan sosok Sang Khalik yang menakut-nakuti dengan azab. Seperti 20 tahun yang lalu ditanamkan pada pikiranku. Hanya Sorga dan Neraka. Neraka mendominasi ancaman ketidak patuhan. Bukan..Bukan seperti itu Sang Khalik. Sang Khalik Maha Pengasih Maha Penyayang. Ibu ku mengasihiku dan menyayangiku, Namun Sang Khalik dengan kemahaannya, memberikan kasis sayangnya berjuta – juta kali melebihi kasih saying Ibu Bapakku.
Anak adalah titipan Sang Khalik.
Wajar saja jika kasih dan sayangnya melebihi kasih sayang orang tua. Personifikasi yang dititip si Anak oleh Sang Khalik. Jika aku menitipkan mobil ku pada seorang teman, Aku pasti lebih mencintai mobil tersebut dari pada si penjaga amanah atau titipan tersebut, karena itu adalah milikku.
Begitupun Sang Khalik.Dengan segala sifatnya Maha Pengasih Maha Penyayang, tiada yang lebih memahami aku daripada Sang Khalik. Begitu juga anakku, tiada yang lebih memahaminya selain Sang Pemiliknya..Sang Khalik. Sudah semestinya si titipan diperkenalkan sejak dini ke Sang Pemiliknya. Ya..Sang Khalik.
Aku akan perkenalkan Sang Khalik beserta sifat – sifat keagungannya pada personifikasi yang hanya titipan sementara menurut ukuran Sang Khalik. Titipan ini akan ditanya apakah si penjaga titipan memperkenalkan dirinya dengan Sang Khalik. Jika ya, maka si titipan dan penjaganya akan mendapatkan tempat terbaik di sisi Sang Khalik untuk selamanya.
Sampai kapan ku kenalkan dengan Sang Khalik? Selamanya..Karena sudah tabiat manusia untuk menjadi khilaf. Demi Waktu, Sesungguhnya manusia dalam kondisi merugi, kecuali orang orang yang beriman yang saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran
Kadang kebaikan Sang Khalik berwujud seperti ketidak baikan bagi ku, namun Sang Khalik mengetahui mana yang terbaik untukku mana yang bukan.
Begitu anakku makin mengenal dan mencintai Sang Khalik, apa berikutnya..
Temukan kesukaannya..
Bagaimana aku tau kesukaannya, jika aku tak memberikannya banyak pilihan. Pilihan seperti apa ? musik, sastra, filsafat, olahraga, sejarah, fisika, antropologi, atau apa ? semuanya.
Apakah bisa dia menentukan pilihan ? bagaimana jika seseorang memilih berdasarkan hal yang paling sering disuguhkan ? kenapa orang jawa suka masakan yang manis, sementara orang padang suka yang pedas – pedas ? apakah tiada pilihan bagi mereka ? Adakah factor genetika yang memprogram otak manusia untuk menyukai pedas ? Bukankah itu karena disuguhkan terus menerus, sehingga secara tidak sadar dipaksa untuk suka. Bagaimana jika disuguhkan makanan pedas tapi tidak juga suka ? itulah pengecualian.
Tak heran jika orang tuanya pengusaha, anaknya juga jadi pengusaha. Bapak Ibunya dokter , anaknya juga. Kenapa? Karena memang itulah pilihan yang diberikannya.
Mana kah yang lebih mulia di sisi sang Khalik? Perbanyak pilihan dan biarkan si titipan memilih atau aku yang mendirectnya?