Harga Diri Si Buta
Habis shalat jumat kemaren saya dapat undangan untuk menghadiri aqiqah anak nya sepupu. Tepat setelah shalat jumat, kami berangkat dari rumah. Ga nyampe 30 menit udah masuk komplek perumahan tempat aqiqah.
Begitu pas mau masuk jalan rumah sepupu saya, mobil terpaksa jalan pelaaaaann sekali karena ada orang narik gerobak kecil warna kuning yang ambil jalan di tengah. Aneh nya lagi udah jalan di tengah, orang itu jalannya zig-zag ga jelas. Kadang ke kanan, kadang ke kiri. Mobil sengaja saya agak deketin, karena orang ini kok jalannya ga bener, menghalangi jalan mobil. Hampir aja di klakson.
Dalam hitungan detik, tangan saya reflek ga jadi pencet klakson, karena ternyata yang jualan pakai gerobak itu tuna netra.
Nampak jelas tulisan gerobak nya : susu kedelai soya enak.Tongkat kecil nya meraba-raba jalanan, gerobak sampah, pagar rumah orang, dan apa pun yang bisa dirabamya dengan tongkat penunjuk jalannya. Mobil saya hentikan dulu, tunggu sampai dia belok. Kasihan bercampur salut yang kami rasakan. Salut karena orang buta yang tidak mau menyerah. Kasihan karena dengan kondisi seperti itu dia harus menyambung hidupnya dengan bekerja sendiri.
Setelah dia belok, mobil segera saya pacu jalannya dan 20 meter setelah itu langsung parkir di depan rumah sepupu. Nampak sang tuna netra tadi masih berjalan sambil menjajakan susu kedelai. Reflek, begitu turun mobil coba saya kejar niatnya untuk kasih sedekah.
“Pak, tunggu “ ujar saya ..beliau menghentikan langkahnya, tanpa menoleh ke belakang. Tampak jelas wajahnya yang penuh keringat karena terik matahari siang ini.
Buru-buru saya selipkan uang ke tangannya, dia lalu bilang : “ ehhhh…ehhhh….apa ini ? “. Spontan saya menjawab : “ ini untuk Bapak..”. Jawaban si bapak tuna netra ini yang mengagetkan hati :
“ Saya jualan Pak , bukan minta-minta . Kalau mau kasih uang, Bapak harus beli “.
Sepintas saya perhatikan ekspresi wajahnya seperti sedikit tersinggung. Tanpa menunggu lama, saya bilang :” ok lah, saya ambil satu bungkus buat anak saya ya “. Rona wajahnya langsung berubah dan tersenyum, sambil ucapkan : “makasih Pak “
Harga diri nya membuat dia melawan kesusahan yang dia alami.
Harga dirinya membuat dia mau bertahan berjuang untuk mencapai impiannya atau hanya sekedar untuk bertahan hidup.
Harga dirinya sebagai mahluk Tuhan yang mulia membuat dia enggan untuk duduk menengadahkan tangan menunggu uluran tangan. Tidak seperti orang yang kekurangan yang lain. Apalagi dibandingkan seorang manusia yang lengkap secara fisik, namun merasa tidak mampu , selalu mengeluh dan selalu menjelekkan diri sendiri. Apalagi dibandingkan dengan para koruptor yang tidak punya harga diri mengambil uang yang bukan hak nya. Eh..eh….lho kok malah bahas koruptor..
Walau tidak sempat kenalan (apalagi tukaran kartu nama , hehe) dengan sang tuna netra..tapi izinkan saya menyampaikan terima kasih karena telah menjadi guru kebijaksanaan yang mengajarkan mata kuliah “ harga diri untuk perjuangan hidup “ pada saya hari ini. Walaupun dia tidak baca tulisan ini. Mudah-mudahan tulisan ini menjadi doa untuk kebaikan dan keselamatannya selama berjuang untuk impiannya walaupun dengan kondisi yang tidak mudah.